Semenjak diperkenalkan dengan sistem Kandang Komunal, Ahmad Mufid, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Ternak Makmur Bhumi Jaya dapat belajar bagaimana cara merawat sapi dengan baik dan benar. Menurutnya, berkat kandang komunal, saat ini penanganan ternak sapi menjadi lebih mudah dan efektif.
Sebelum adanya kandang komunal, peternak sapi di Dusun Sekuping, Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ini tidak mengetahui bagaimana cara beternak sapi yang baik dan benar. Mufid menjelaskan, pengetahuan cara berternak sapi melalui pemberdayaan Kandang Komunal (Comunal Cow Farm) datang dari program tanggung jawab sosial PT. Bhumi Jati Power (BJP) yang menggandeng Bina Swadaya Konsultan (BSK) sebagai fasilitator di masyarakat.
Pada prinsipnya, bentuk tanggung jawab sosial tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kapasitas teknis dalam peternakan sapi secara efektif, efisien dan penguatan kelembagaan masyarakat melalui pendampingan KSM.
Sebagai fasilitator di lapangan, Bina Swadaya Konsultan yang berpengalaman mendampingi masyarakat selama 40 tahun terakhir menempatkan empat fasilitator lapangan sebagai pendamping yang berperan menjembatani antara PT Bhumi Jati Power dan para peternak.
Sebanyak 203 sapi jenis peranakan ongole (PO) diberikan kepada peternak oleh BJP yang rumahnya berada di pinggir jalan dan terdampak oleh aktivitas lalu lalang transportasi perusahaan.
Kandang komunal berukuran 18 m x 7,26 m yang dibangun mampu menampung 20 sapi. Semua anggota KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) Ternak Makmur Bhumi Jaya yang merupakan peternak di desa membesarkan sapinya di kandang komunal tersebut. Kandang komunal yang berjarak 800 meter dari area pemukiman tersebut tidak menyulitkan mereka saat mengurus ternaknya.
Menurut tenaga ahli peternakan dari Bina Swadaya Konsultan pada program tersebut, Yuli Sasusanto mengungkapkan kandang komunal dapat memberikan manfaat bagi para peternak. Mereka dapat bergotong royong merawat sapi di kandang komunal tersebut dan bila seorang peternak berhalangan datang ke kandang, maka anggota kelompok yang lain berinisiatif menggantikannya. Selain kandang komunal, terdapat juga kandang karantina berukuran 5 m x 2 m untuk memisahkan sapi yang sakit.
Selain kandang sapi, fasilitas lain yang dibangun yaitu gudang pakan, rumah kompos untuk pembuatan pupuk, kantor/sekretariat, dan greenhouse untuk penanaman sayuran.
Di lokasi tersebut juga terdapat instalasi sumur bor air untuk memenuhi kebutuhan ternak serta biodigester sebagai tempat pengolahan limbah peternakan menjadi biogas. Adapun sumber pakan bagi sapi tersebut berupa hijauan dari kebun dan hutan. Peternak juga memanfaatkan limbah pertanian padi (jerami), batang jagung, dan tonggol jagung
Menurut ahli peternakan dari Institut Pertanian Bogor, Dr. Iwan Prihantoro, kandang komunal dinilai lebih efisien dan lebih ramah lingkungan. Lazimnya peternak, peternak akan berkompetisi terkait hal-hal positif sehingga setiap anggota kelompok harus saling komitmen.
Agar pengelolaan ternak terintegrasi dapat tercapai, pengelolaan ternak tidak hanya terpusat pada hewan ternak, tetapi juga pengelolaan limbah, dan pemanfaatannya. Tidak luput juga aspek sosial lingkungan yang kerap menimbulkan perselisihan.
Sumber : Majalah Trubus